Bukan Ronaldo, Ternyata Ini Atlet dengan Bayaran Termahal dalam Sejarah Olahraga
Atlet merupakan salah satu pekerjaan yang bisa memiliki pendapatan fantastis. Hal ini terjadi jika olahragawan tersebut berprestasi di berbagai pertandingan, terlebih lagi di tingkat dunia.
Selain itu, sosok atlet ini biasanya juga mendapatkan penghasilan tambahan dari berbagai pekerjaan yang berdatangan karena popularitasnya. Salah satu atlet yang telah meraih pendapatan fantastis adalah Cristiano Ronaldo, pemain sepak bola di klub Real Madrid.
Dilansir dari situs The Vintage News, Rabu (18/1/2017), tahun lalu Forbes menobatkan Cristiano Ronaldo sebagai atlet dengan bayaran tertinggi di dunia selama 12 bulan terakhir dengan pendapatan 88 juta dolar, meliputi gaji, bonus, dan lain-lain.
Dalam paparannya, Forbes menyatakan jumlah pendapatan 100 atlet dengan bayaran termahal di dunia mampu menembus angka US$ 3,5 miliar dalam jangka waktu 12 bulan saja.
Selain itu, Forbes merilis 20 daftar nama atlet dengan penghasilan total tertinggi sepanjang hidupnya yang menempatkan Michael Jordan sebagai posisi pertama.
Mantan superstar Chicago Bulls ini merupakan atlet dengan penghasilan tertinggi sepanjang sejarah, yakni sekitar US$ 1,7 miliar sepanjang hidupnya.
Sementara posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Tiger Woods dengan penghasilan US$ 1,67 miliar, dan Arnold Palmer dengan penghasilan US$ 1,35 miliar.
Meskipun demikian, Peter Struck yang merupakan seorang sejarawan dari Universitas Pennsylvania mengklaim bahwa atlet bayaran tertinggi sepanjang masa menurut Forbes tersebut tidak mampu menyaingi pembalap kereta dari Roma kuno, yakni Gayus Appuleius Diocles.
Menurut Struck, Diocles telah mengumpulkan kekayaan dari 35.863.120 sestertium yang setara dengan 15 miliar dolar.
Kompetisi balap kereta dimulai pada abad ke-6 sebelum masehi dan merupakan olahraga paling populer di Roma pada saat itu. Balap kereta tersebut dilangsungkan di Circus Maximus sebagai pusat utamanya.
Stadion ini berbentuk oval dan besar, serta mampu menampungsekitar 200.000 penonton. Sementara itu, para pelaku kompetisi berkuda biasanya adalah para budak atau mereka yang kurang mampu secara finansial.
Jika mereka berhasil dalam kompetisi ini, maka mereka bisa segera mendapatkan cukup uang untuk membeli kebebasan mereka. Bahkan dalam beberapa kasus bisa menjadi sangat kaya.
Terdapat empat perusahaan balap atau kandang di Romawi yang mana mereka dikenali dari warna-warna kostum yang dikenakan oleh para pengemudinya, seperti tim biru, merah, putih, dan hijau. Warna-warna tersebut terinspirasi oleh empat musim yang ada.
Selain itu, setiap tim memiliki hingga 3 buah kereta untuk dimanfaatkan dalam perlombaan dan mereka akan sering berkolaborasi satu sama lain melawan tim lawan. Sama seperti dalam olahraga modern, pembalap kereta diizinkan untuk melakukan transfer ke tim yang berbeda.
Jumlah kuda yang biasanya dipasangkan ke sebuah kereta adalah empat ekor. Namun, beberapa kereta juga ada yang menggunakan dua, tiga, enam, atau bahkan tujuh ekor kuda.
Bagaimanapun juga, para pembalap kereta yang berpartisipasi dalam perlombaan dengan enam dan tujuh kuda di kereta mereka mampu memperoleh lebih banyak uang daripada yang lainnya.
Tampaknya, Gayus Appuleius Diocles merupakan seorang kusir paling produktif di Roma Kuno dan ia sering berpartisipasi dalam perlombaan dengan enam dan tujuh kuda di keretanya.
Hal ini diungkapkan Peter Struck dalam tulisannya yang ditujukan untuk Lapham’s Quarterly, sebuah prasasti monumental yang didirikan di Roma oleh para kusir dan penggemar kompetisi ini. Selain itu, Diocles juga dinyatakan sebagai juara dari semua kusir di kompetisi tersebut setelah akhirnya ia pensiun saat berusia 42 tahun, 7 bulan, dan 23 hari.
Diocles dilahirkan di Lusitania (sekarang Spanyol / Portugal) pad Abad ke-2 Masehi. Dia mulai menekuni dunia balap pada usia 18 tahun.
Setelah itu, ia mulai menuai kemakmuran setelah memasuki usia 24 tahun yang membuatnya semakin populer dan mendapat pengakuan dari berbagai pihak di Roma termasuk seluruh kaisar di sana.
Dia memulai karirnya bersama tim putih dan baru akhirnya dipindahkan ke tim hijau saat berusia 24 tahun.
Lalu, tiga tahun kemudian ia dipindahkan lagi dan bergabung dengan tim merah. Meskipun ia kurang populer setelah bergabung di tim merah, ia tetap bertahan di tim tersebut demi eksistensi kariernya dan bisa saja karena kemahsyuran dan uang. Alasan tersebut tampaknya masih dialami oleh sebagian atlet di masa sekarang ini.
Di sisi lain, Profesor Robert B. Kebric juga menuliskan paparannya terkait Diocles dengan judul The Career of Diocles, Roman Charioteer.
Kebric mengatakan bahwa Diocles adalah pribadi yang selektif dalam memilih trek pertandingan mana yang akan ia ikuti dan secara harfiah ia rela pergi untuk mengejar sebuah harta.
Tidak hanya itu, dalam tulisan tersebut juga diungkapkan bagaimana Diocles telah berhasil memecahkan rekor dibandingkan beberapa pendahulunya. Ia berhasil memenangkan 1.462 dari 4.257 kompetisi, meskipun angka ini masih berada dibawah kedua pembalap dari tim hijau, yakni Pompeius Musclosus dengan 3.559 kemenangan dan Flavius Scorpus dengan 2.048 kemenangan.
Profesor Struck menuliskan, “Total penghasilan yang dibawa pulang oleh Diocles lima kali lebih besar dibandingkan dengan penghasilan gubernur provinsi dengan bayaran tertinggi selama periode yang sama. Ini cukup untuk memberikan gandum ke seluruh kota Roma selama satu tahun, atau untuk membayar semua prajurit biasa dari Tentara Romawi pada puncak jangkauan kekaisaran untuk periode pe rlima tahun”.
Sebenarnya kompetisi balap kereta adalah olahraga yang berbahaya dan banyak korban jiwa yang meninggal di usia muda. Betapa beruntungnya Diocles tidak mengalami hal tersebut, meskipun kematian dapat dihindarinya.
Diocles tewas bukan dalam kompetisi. Ia meninggal dengan tenang di Praeneste, sebuah kota kecil di Italia.